Minggu, 05 Juni 2016

CONTOH KASUS PASAR MONOPOLI TIDAK SEHAT

PT.Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Namun faktanya, masih banyak kasus di mana mereka malah justru merugikan masyarakat. Di satu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun di sisi lain, tindakan PT. PLN ini justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
Wacana mengenai krisis listrik ini sebenarnya telah muncul sejak awal tahun 2002 atau akhir tahun 2001. Pada waktu itu hingga sekarang muncul pemikiran untuk keterlibatan pihak swasta terhadap pengelolaan ketenagalistrikan di Indonesia yang selama ini dimonopoli oleh PLN. Keadaan krisis listrik yang parah ditunjukkan oleh fenomena listrik padam serentak se-Jawa Bali pada Rabu, 20 Februari 2008 karena terjadi defisit pasokan listrik hingga 1.044 MW. Saat itu, pemerintah bersiap untuk mengumumkan keadaan darurat jika defisit mencapai 1.500 MW. Krisis listrik di Indonesia bisa dikatakan sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Di beberapa wilayah, tiada hari tanpa pemadaman berlgilir. Sistem Jawa-Bali yang paling maju dan terinterkoneksi juga masih sering mengalami masalah.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. 
Minimnya pasokan listrik sebagian besar dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sebagai pemasok 90% kebutuhan listrik nasional sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian listrih hingga korupsi. Stagnasi ini juga dipicu oleh pembangunan listrik yang tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal, konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien (hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan.
Kodisi PLN yang demikian ini akan menjadi semakin terpuruk apabila tidak dibenahi, karena permintaan listrik akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan 8-10% per tahun hingga 2013. Dengan demikian krisis yang disebabkan kesenjangan (gap) antara permintaan dan pawaran sudah terprediksi sejak lama. Jika tidak ada tambahan kapasitas yang berarti, krisis pada sistem Jawa-Bali dan sistem interkoneksi Sumatra hanya tinggal menunggu waktu.

ANALISIS
Perusahaan Umum Listrik Negara yang didirikan pada 1950 telah menjadi pemain kunci dalam cepanya pembangunan sektor kelistrikan. Data statistik menunjukkan bahwa PLN adalah salah satu perusahaan listrik terbesar di dunia dengan total pelanggan 22 juta dan lebih dari 50.000 karyawan serta hampir seluruh bagian masyarakat adalah stakeholders bagi PLN. PLN berdiri dilandaskan pada UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan pada tahun 2002 UUNo.15 Tahun 1985 dinyatakan tidak berlaku oleh UU No. 20 Tahun 2002. Namun kemudian melalui Putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 yang dibacakan pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2004 menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Permasalahan inti dari persoalan UU No. 20 Tahun 2002 adalah pada Pasal 16, 17 dan 68 yang menjiwai dari UU ketenagalistrikan tersebut. Pasal 16 menyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan secara terpisah oleh Badan Usaha yang berbeda. Pasal 17 menyatakan bahwa usahpembangkitan listrik dilakukan berdasarkan kompetisi dan dilarang menguasai pasar. Akibat adanya pertentangan antara UU No.20 Tahun 2002 dengan UUD Pasal 33, menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat (publik) Indonesia, PLN juga terkena dampaknya. PLN yang selama ini merupakan satu-satunya BUMN yang mengelola sektor ketenagalistrikan dan telah memberikan sumbangsih bagi bangsa, Negara, dan masyarakat yang telah menjalankan fungsi untuk menyediakan tenaga listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau dan juga telah memberikan peran yang besar bagi perekenomian nasional, berdasarkan UU No. 20 tahun 2002 tidak lagi merupakan cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Akibatnya, tidak adanya jaminan dan kepastian bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh tenaga listrik dengan harga terjangkau dan justru akan merugikan perekonomian Negara yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Bahkan dapat pula mengganggu keamanan negara dan kedaulatan negara karena negara tidak lagi berkewajiban mengelola cabang produksi terpenting untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat.