Kamis, 25 Desember 2014

MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN

MOTIVASI

1.        Pengertian Motivasi
       Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Motivasi dimaknai sebagai dorongan yang mendasari kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Tiap orang sangat termotivasi untuk berperilaku dalam cara yang dapat memenuhi kebutuhannya dan kunci keberhasilan pemimpin terletak pada kemampuan memotivasi anggota organisasi.
            Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Motivasi pada dasarnya merupakan kebutuhan internal yang tak terpuaskan sehingga menciptakan tegangan-tegangan yang merangsang dorongan-dorongan dari dalam diri individu. Motivasi sendiri menurut Stephen P. Robbins (2001 : 166) didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Motivasi juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan organisasional, (Silalahi, 2002 : 341).


 2.        Proses Motivasi
            Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia. Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivasi. Tiga kategori motif :
1. Motif Primer:
  • Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses belajar
  • Faali/psikologis
  • Kebutuhan untuk makan & minum
2. Motif Umum:
  • Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses belajar
  • Tidak berhubungan dengan proses faali tubuh manusia
  • Kebutuhan kasih sayang, rasa ingin tahu & diperhatikan.
3. Motif Sekunder:
  • Tumbuh sebagai hasil proses belajar
  • Tidak berhubungan dengan proses faali
  • Kebutuhan berprestasi & berkuasa

3.        Pendekatan Terhadap Motivasi
McClelland seorang pakar psikologi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat mengemukakan bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh virus mental yang ada pada dirinya. Virus tersebut merupakan kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal. Ada tiga jenis virus sebagai pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkan virus tersebut melalui lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perusahaan.
            Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dengan ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan baik dan kinerja yang tinggi. Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang telah ditetapkan, bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki keinginan untuk mengerjakan sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya.
Beberapa pendekatan untuk mengatasi atau mengurangi kekurangan semangat dan motivasi dalam melaksanakan pekerjaan adalah dengan pendekatan kuratif dan pendekatan preventif.
1. Pendekatan Kuratif
Pendekatan kuratif atau mengatasi adalah melihat apakah masalah yang menimbulkan pengaruh pada motivasi penting atau tidak dalam pekerjaan. Apabila masalahnya tidak terlalu penting maka kita tidak perlu merasa putus asa. Tetapi bila ternyata masalah itu penting dalam pekerjaan, maka bicara secara terbuka dan langsung dengan pihak yang berwenang untuk mendapatkan kesamaan persepsi sehingga jalan keluarnya dapat ditemukan, misalnya atasan atau konselor. Bila pihak yang berwenang tidak dapat ditemui secara langsung, hubungi melalui surat atau telepon.
2. Pendekatan Antisipatif
Karyawan sebaiknya bekerja dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya berusaha menenangkan hati sewaktu bekerja dan jangan terganggu dengan perasaan gelisah. Bila merasa gelisah karena hal-hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, maka sebaiknya menenagkan diri di luar ruang kerja dengan cara yang diyakini berhasil, misalnya dengan berdoa atau yoga. Karyawan disarankan bersikap dan berpikir positif terhadap pekerjaan.

4.  Teori Tentang Motivasi
1.      Teori Kebutuhan sebagai Hirarki Maslow

Motivasi dalam kaitannya dengan pemuasan kebutuhan manusia semakin lama semakin komplek, timbul dan berkembang bersamaan dengan timbulnya gerakan hubungan manusia dalam administrasi. Teori yang dikembangkan mengatakan bahwa kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan menjadi 5 ( lima ) kebutuhan, yaitu :
a.         Kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan pokok atau mendasar bagi manusia seperti sandang, pangan dan papan.
b.        Kebutuhan akan keamanan, yaitu kebutuhan manusia yang meliputi kebutuhan pisik, psikologis dan kebutuhan keadilan.
c.         Kebutuhan Sosial, adalah kebutuhan manusia yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya.
d.        Kebutuhan “ esteem “, yaitu kebutuhan manusia berkaitan dengan harga diri seseorang yang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain.
e.        Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan seseorang dalam mengembangkan potensinya untuk meraih kemajuan yang pada gilirannya akan dapat menjadi manusia yang professional dan dapat memenuhi kebutuhannya.

Bertitik tolak dari pengertian dan teori kebutuhan diatas dapat dipahami bahwa kebutuhan manusia pada dasarnya ada 5 (lima) tingkatan yaitu mulai dari kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis, meningkat menjadi kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan esteem dan kekebutuhan yang paling tinggi yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.


2.      Teori  X dan Y ,  Douglas Mc Gregor

Teori Motivasi menurut Douglas, menonjolkan pentingnya pemahaman tentang peranan sentral yang di perankan oleh manusia dalam organisasi yang diklasifikasikan dalam teori X (perilaku negatif) dan teori Y (perilaku positif). Dalam mengemukakan dan mempertahankan kebenaran teorinya, Mc Gregor menekankan bahwa cara yang digunakan oleh para manajer dalam memperlakukan para bawahannya sangat tergantung pada asumsi yang digunakan tentang ciri-ciri manusia yang dimiliki oleh para bawahannya.

Teori X, mengatakan para manajer menggunakan asumsi bahwa para pekerja pada dasarnya tidak senang bekerja dan bila mungkin akan berusaha mengelaknya. Karena para pekerja tidak senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan berbagai tindakan. Para pekerja juga akan berusaha mengelakkan tanggung jawabnya dan hanya akan bekerja bila menerima perintah. Kebanyakan pekerja akan menempatkan pemuas kebutuhan fisiologis dan keamanan diatas faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pekerjaan dan tidak menunjukkan keinginan atau ambisi untuk maju.
Teori Y, pada dasarnya kebalikan dari teori X, dimana para manajer menggunakan asumsi bahwa para pekerja memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain. Para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri. Pada umumnya pekerja akan menerima tanggung jawab yang lebih besar dan berusaha menunjukkan kreativitasnya dan oleh karenanya pekerja berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian tanggung jawabnya.

Dari uraian diatas apabila dikaitkan dengan teori kebutuhan Maslow, maka teori X akan lebih mementingkan pemuasan kebutuhan tingkat rendah yang sifatnya materiil berupa kebutuhan dasar sandang, pangan, papan dan keamanan. Sedangkan teori Y cenderung mementingkan pemuasan kebutuhan tingkat tinggi yang sifatnya non materiil yaitu penghargaan, harga diri, dan aktualisasi diri daripada pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan. Dengan demikian maka teori motivasi X dan Y sangat tepat bila digunakan untuk meneliti sejauh mana pengaruh negatip dan positip  terhadap  kinerja pegawai.

3.      Teori  Motivasi-Higine/Kepuasan, Herzberg

Teori ini pada awalnya untuk mencari jawaban, apa sesungguhnya yang dicari atau diinginkan seseorang dalam pekerjaannya. Karena hubungan seseorang dengan pekerjaannya sangat mendasar dan sikap seseorang terhadap pekerjaannya sangat mungkin menentukan keberhasilan dan kegagalannya. Kepuasan dimaksud adalah kepuasan seseorang didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan sesuai, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karier dan pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya apabila para pekerja tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, artinya bersumber dari luar pekerja yang bersangkutan seperti kebijaksanaan organisasi, pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja. Herzberg berpendapat bahwa apabila para manajer ingin memberi motivasi, yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor motivasional yang sifatnya intrinsik. Implikasi teori ini ialah bahwa seseorang pekerja mempunyai persepsi berkarya tidak sekedar mencari nafkah, akan tetapi sebagai wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya, bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan. Dengan demikian maka kepuasan juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja pegawai dalam organisasi dalam mencapai tujuannya.

4.      Teori Harapan
Teori Harapan intinya terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan. Teori harapan mengandung tiga variabel, yaitu daya tarik, hubungan antara prestasi kerja dengan imbalan serta hubungan antara usaha dan pretasi kerja. Daya tarik artinya ialah sampai jauh mana seseorang merasa pentingnya hasil atau imbalan yang diperoleh dalam penyelesaian tugasnya. Yang dimaksud dengan prestasi kerja dan imbalan adalah tingkat keyakinan seseorang tentang hubungannya antara tingkat prestasi kerjanya dengan pencapaian hasil tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan kaitan antara usaha dan prestasi kerja ialah persepsi seseorang tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu akan menjurus kepada prestasi kerja.
Dinyatakan dengan cara lain, teori harapan berkata bahwa apakah seseorang mempunyai keinginan untuk menghasilkan sesuatu karya pada waktu tertentu tergantung pada tujuan-tujuan khusus orang yang bersangkutan dan pada persepsi orang tersebut tentang nilai suatu prestasi kerja sebagai wahana untuk mencapai tujuan tertentu. Pendalaman teori harapan menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a.        Kuatnya motivasi seseorang berprestasi tergantung pada pandangannya tentangbetapa kuatnya keyakinan yang terdapat dalam dirinya bahwa ia akan dapat mencapai apa yang diusahakan untuk dicapai. Jika prestasi kerja tercapai, timbul pertanyaan apakah ia akan memperoleh imbalan yang memadai dan apabila imbalan itu diberikan oleh organisasi apakah imbalan itu akan memuaskan tujuannya atau kepentingannya.
b.        Tehnik memotivasi kerja pegawai.
Banyak tehnik yang digunakan untuk memotivasi pegawai guna mencapai kinerja yang tinggi, namun dari beberapa tehnik tersebut terdapat dua cara yang efektif yaitu pemenuhan kebutuhan pegawai dan komunikasi persuasif. Kebutuhan pegawai yang meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri.            
Komunikasi persuasif dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstralogis dengan rumusan AIDDAS  (Attention, Interest, Desire, Decision, Action dan Satisfaction). Pemimpin pertamakali harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja. Jika telah timbul minatnya , maka timbul hasrat untuk melaksanakan tindakan kerja dalam mencapai apa yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian maka pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.


5.  Teori ERG Aldefer 
                Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan bahwa individu mempunyai kebutuhan tiga hirarki yaitu : ekstensi (E), keterkaitan (Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G). 
Teori ERG juga mengungkapkan bahwa sebagai tambahan terhadap proses kemajuan pemuasan juga proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang terus-menerus terhambat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan individu tersebut mengarahkan pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah.  Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana yang penting bagi manajer tentang perilaku. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari seseorang bawahan misalnya, pertumbuhan nampak terkendali, mungkin karena kebijaksanaan perusahaan, maka hal ini harus menjadi perhatian utama manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG Aldefer mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu guna memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan. 


5.  Tantangan Motivasi

Dalam menerapkan prakteknya ada beberapa tantangan yang sering dihadapi seperti :
1.      Kebutuhan sangat berbeda pada setiap orang
Dengan adanya kebutuhan yang berbeda maka penerapan teori motivasi juga harus berbeda.
2.      Cara menterjemahkan kebutuhan ke dalam tindakan secara individu juga berbeda
Dengan adanya perbedaan ini maka cara pandang individu dalam hal menilai kebutuhan juga berbeda.
3.      Orang tidak selalu bertindak menurut kebutuhan
Ada orang yang bekerja tidak untuk memenuhi kebutuhan tetapi hanya mengisi waktu luang sehingga motivasinya juga berbeda.
4.      Reaksi kepuasan seseorang terhadap pemenuhan akan kebutuhan atau tidak terpenuhi kebutuhannya akan berbeda.
Ada seseorang yang cukup puas dengan terpenuhinya kebutuhan pshysiological tetapi ada yang tidak.


 6.  Alat-alat Motivasi
a.  Material Incentive (Psikologi Sumber Daya Manusia)
Merupakan motivasi yang bersifat materiil sebagai imbalan prestasi yang diberikan
oleh karyawan, misalnya dalam bentuk uang dan barang-barang.
b.  Non Material Incentive
Merupakan motivasi (daya perangsang) yang tidak berbentuk materi, misalnya penempatan yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar, dan sebagainya.





KEPEMIMPINAN

           
1.  Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung pada sudut pandang atau perspektif-perspektif dari para peneliti yang bersangkutan, misalnya dari perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Stogdill (1974: 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Lebih lanjut, Stogdill (1974: 7-17) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Misalnya, dengan mengutip pendapat beberapa ahli, Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (1977: 83-84) mengemukakan beberapa definisi kepemimpinan, antara lain:

* Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)

* Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)

* Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).

            Untuk lebih mendalami pengertian kepemimpinan, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi kepemimpinan lainnya seperti yang dikutip oleh Gary Yukl (1996: 2), antara lain:
* Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn)

* Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch dan Behling)

* Kepemimpinan adalah proses memberi arti terhadap usaha kolektif yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques)


Menurut Wahjosumidjo (1984: 26) butir-butir pengertian dari berbagai definisi kepemimpinan, pada hakekatnya memberikan makna :

* Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.

* Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri

* Kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi.


Dari berbagai definisi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah
* Seni untuk menciptakan kesesuaian paham
* Bentuk persuasi dan inspirasi
* Kepribadian yang mempunyai pengaruh
* Tindakan dan perilaku
* Titik sentral proses kegiatan kelompok
* Hubungan kekuatan/kekuasaan
* Sarana pencapaian tujuan
* Hasil dari interaksi
* Peranan yang dipolakan
* Inisiasi struktur


 2.  Tipologi Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Ada beberapa tipologi kepemimpinan yang sering kali kita temukan dalam gaya seorang pemimpin :

1. Gaya Otoriter/Totaliter yaitu gaya kepemimpinan yang selalu memaksakan kehendaknya pada setiap orang meskipun dengan jalan kekerasan, namun kebijakannya berlaku secara distributif dan tanpa kompromi. Gaya ini secara epistemologis cenderung beraliran Macchiavellian, Hobbesian.

2. Gaya Demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang cenderung selalu menggunakan musyawarah, namun gaya ini sangat lemah mengambil sikap dalam setiap tindakannya dan terkesan pragmatik. Gaya ini secara epistemologis cenderung beraliran liberal-moderat.

3. Gaya para Nabi yaitu gaya kepemimpinan yang kharismatik dengan menggunakan jalan kemanusiaan, dalam arti lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, dibanding dengan kepentingan pragmatis. Gaya ini cenderung mengikuti aliran humanistik-teologis.

Dari beberapa tipologi kepemimpinan di atas, maka kita dapat memahami bangunan epistemologis dan konstruk ideologisnya melalui gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin.
Dari hal tersebut di atas, maka kita dapat memahami pula bahwa tidak saya maupun anda, setiap pemimpin dapat kita ketahui bangunan ideologis maupun epistemologis melalui gaya kepemimpinan yang implementasikan.



3.  Fungsi & Sifat Kepemimpinan
Ada beberapa fungsi-fungsi kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam intraksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi karena fungsi kepemimpinan sangat mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi.
Sondang P. Siagian dalam bukunya Teori dan Praktek Kepemimpinan mengatakan beberapa fungsi kepemimpinan sebagai berikut:
1.      Pimpinan sebagai penentu arah dalam usaha pencapaian tujuan
2.      Pemimpin sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi
3.      Pemimpin sebagai komunikator yang efektif
4.      Pemimpin sebagai mediator, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik
5.      Pemimpin sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral (Siagian, 1999)
Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi.
Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002):
  1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
  2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.


Sedangkan menurut Hamdani Nawawi dalam bukunya Kepemimpinan yang Efektif menyebutkan ada lima fungsi kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah:
Fungsi instruktif 
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah, pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebaga komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin.
Fungsi konsultatif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, fungsi pemimpin sebagai konsultan untuk mendengarkan pendapat, saran serta pertanyaan  dari bawahannya, mengenai keputusan yang akan diambil oleh pemimpin.
Fungsi partisipasi
Dalam fungsi ini pemimpin menjalankan serta mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi atau jabatan masing-masing. Pemimpin juga tidak hanya ikut dalam proses pembuatan keputusan dalam fungsi ini pemimpin ikut serta dalam proses pelaksanaannya.
Fungsi partisipasi ini bukan berarti pemimpin memberikan kebebasan semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
  

Fungsi delegasi
Fungsi ini pemimpin sebagai pemegang wewenang tertinggi harus bersedia dan dapat mempercayai oran-orang lain, sesuai dengan posisi atau jabatannya, apabila diberi atau mendapat pelimpahan wewenang.
Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses dan efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu bahwa fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan  bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.
Dengan bimbingan dan pengarahan, koordiansi dan pengawasan, pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan setiap unit atau perseorangan dalam melaksanakan volume dan beban kerjanya atau perintah dari pimpinannya. Pengendalian dilakukan dengan cara mencegah anggota berfikir dan berbuat sesuatu yang cenderung merugikan kepentingan bersama.

Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli. Edwin Ghiselli mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan (Handoko, 1995: 297).
     Berbagai teori kesifatan dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R. Terry (Kartono, 1995: 37).
Teori kesifatan menurut George R. Terry adalah sebagai berikut :
1) Kekuatan.
Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai rintangan.
2) Stabilitas emosi.
Pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis.
3) Pengetahuan tentang relasi insani.
Pemimpin memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan.
4) Kejujuran.
Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan.
5) Obyektif.
Pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya.
6) Dorongan pribadi.
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum.
7) Keterampilan berkomunikasi.
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai krukunan dan keseimbangan.
8) Kemampuan mengajar.
Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya.
9) Keterampilan sosial.
Dia bersikap ramah, terbuka, mau menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik.
10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.
Penguasaan kecakapan teknis agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.

            Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagai berikut :
1) Energi jasmaniah dan mental
Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan.
2) Kesadaran akan tujuan dan arah
Mengetahui arah dan tujuan organisasi, serta yakin akan manfaatnya.
3) Antusiasme
Pekerjaan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan.
4) Keramahan dan kecintaan
Dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan semua pihak, sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan.

5) Integritas
Pemimpin harus bersikap terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat.
6) Penguasaan teknis
Setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin.
7) Ketegasan dalam mengambil keputusan
Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya.
8) Kecerdasan
Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif.
9) Keterampilan mengajar
Pemimpin yang baik adalah yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu.
10) Kepercayaan
Keberhasilan kepemimpinan didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan.

            Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan adalah :
1) Kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability)
2) Kecerdasan
3) Inisiatif
4) Energi jasmaniah dan mental
5) Kesadaran akan tujuan dan arah
6) Stabilitas emosi
7) Obyektif
8) Ketegasan dalam mengambil keputusan
9) Keterampilan berkomunikasi
10) Keterampilan mengajar
11) Keterampilan sosial
12) Pengetahuan tentang relasi insani.

 4.  Batasan Kepemimpinan
      Batasan kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill bahwasannya kepemimpinan manajerial sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari para anggota kelompok. Berdasarkan batasan tersebut, terdapat tiga implikasi penting yang perlu mendapat perhatian.
  1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan.
  2. Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara manajer dan bawahan.
  3. Di samping secara legal mampu memberikan para bawahan berupa perintah atau pengarahan, manajer juga dapat mempengaruhi bawahan dengan berbagi sifat kepemimpinannya.

Delegasi wewenang adalah pelimpahan atau pemberian otoritas dan tanggung jawab dari pimpinan atau kesatuan organisasi kepada seseorang atau kesatuan organisasi lain untuk melakukan aktivitas tertentu. Pada dasarnya, baik pemimpin yang sukses maupun yang efektif dalam kepemimpinannya, perlu mendelegasikan wewenang kepada bawahannya. Teori kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan kurva linear di antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan kematangan.


6.     Masa Depan Teori Kepemimpinan
Konsepsi Kepemimpinan Transformasional
Konsepsi kepemimpinan transformasional pertama kali dikemukakan oleh James McGregor Burns. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan transformasional, Bernard Bass (Stone et al, 2004) mengatakan sebagai berikut: “Transformational leaders transform the personal values of followers to support the vision and goals of the organization by fostering an environment where relationships can be formed and by establishing a climate of trust in which visions can be shared”. Selanjutnya, secara operasional Bernard Bass (Gill et al, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “Leadership and performance beyond expectations”. Sedangkan Tracy and Hinkin (Gill dkk, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “The process of influencing major changes in the attitudes and assumptions of organization members and building commitment for the organization’s mission or objectives”.
Dari beberapa pengertian tersebut kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota organisasi.
Adapun, karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Avolio dkk (Stone et al, 2004) adalah sebagai berikut:
(1)  Idealized influence (or charismatic influence)
Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang pemimpin transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimppinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.
(2)  Inspirational motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.
(3)  Intellectual stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.
(4)  Individualized consideration

Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan.

Daftar Pustaka
http://belajarbarengerik.blogspot.com/2013/01/motivasi-manajemen.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar