Rabu, 25 Oktober 2017

BAB V. Kode Etik Profesi Akuntansi

Kode Etik Profesi Akuntansi
Dalam dunia lembaga akuntansi ada namanya kode etik profesi akuntansi, kode etik adalah suatu peraturan etika yang harus diterapkan bagi para profesi akuntansi. Kode etik sendiri diperlakukan agar mencegah prilaku-perilaku penyimpangan para angota maupun kelompok yang tergabung dalam profesi akuntansi yang dapat mencoreng instasi akuntansi. Di Indonesia sendiri mempunyai instasi dibidang akuntasi IAI, dan setiap Negara juga mempunyai instasi akuntasi, dan memiliki etika-etika akuntansi tersendiri. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).

1.    Kode Perilaku Profesional
Garis besar kode etik dan perilaku profesional adalah :
A.  Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia.
Prinsip mengenai kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan menghormati keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional komputasi adalah untuk meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi, termasuk ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan.
B.  Hindari menyakiti orang lain.
“Harm” berarti konsekuensi cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak
diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
C.  Bersikap jujur dan dapat dipercaya
Kejujuran merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif.
D.  Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah.
E.   Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten.
Pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap keadaan.


F.   Memberikan kredit yang pantas untuk properti intelektual.
Komputasi profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual.
G.  Menghormati privasi orang lain
Komputasi dan teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
H.  Kepercayaan
Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi :
Ø Kredibilitas.
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
Ø Profesionalisme.
Diperlukan individu yang denga jelas dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.
Ø Kualitas Jasa.
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
Ø Kepercayaan.
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
§  Prinsip Etika,
§  Aturan Etika, dan
§  Interpretasi Aturan Etika.

2.    Prinsip – Prinsip Etika IFAC, AICPA, dan IAI
Ø Kode perilaku profesional AICPA
Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
§  Prinsip-prinsip Perilaku Profesional menyatakan tindak – tanduk dan perilaku ideal.
§  Aturan Perilaku menentukan standar minimum.
Prinsip-prinsip Perilaku Profesional menyediakan kerangka kerja untuk Aturan Perilaku.Pedoman tambahan untuk penerapan Aturan Perilaku tersedia melalui:
a)    Interpretasi Aturan Perilaku (Interpretations of Rules of Conduct).
b)   Putusan (Rulings) oleh Professional Ethics Executive Committee.
Enam Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:
a)    Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
b)   Kepentingan publik
Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
c)    Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi.
d)   Objektivitas dan Independesi
Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
e)    Kecermatan dan keseksamaan
Anggota harus mengamati standar teknis dan standar etik profesi.
f)    Lingkup dan sifat jasa
Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.

Ø Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :
§  Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
§  Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh   membiarkan    terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
§  Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesionalmempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorangakntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
§  Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi yangdiperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
§  Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapatmendiskreditkan profesi.

Ø Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar  IAI, yaitu :
§  Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi  kebenaran  dan  kejujuran.  Integritas  tidak  hanya  berupa kejujuran tetapi juga sifat  dapat  dipercaya, bertindak  adil dan berdasarkan keadaan yang  sebenarnya. Hal ini  ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada  instansi  tempat  auditor  bekerja  dan  kepada auditannya.
§  Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat  dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau  tindakan,  ia  tidak  boleh  bertindak  atas  dasar  prasangka  atau  bias, pertentangan  kepentingan,  atau pengaruh  dari  pihak  lain.  Obyektivitas  ini dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang  mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
§  Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang  diperlukan  untuk  memastikan  bahwa  instansi  tempat  ia  bekerja  atau auditan   dapat menerima manfaat   dari   layanan   profesinya   berdasarkan pengembangan   praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang    terbaru. Berdasarkan prinsip  dasar  ini,  auditor  hanya dapat melakukan  suatu  audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga  ahli  yang   kompeten untuk   melaksanakan  tugas-tugasnya   secara memuaskan.
§  Kerahasiaan
Auditor  harus  mampu  menjaga  kerahasiaan  atas  informasi  yang diperolehnya dalam  melakukan  audit,  walaupun  keseluruhan  proses  audit mungkin harus dilakukan  secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus    apabila    akan    mengungkapkannya,    kecuali  adanya  kewajiban pengungkapan karena  peraturan perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan  ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya.  Dalam  prinsip  kerahasiaan  ini   juga, auditor  dilarang  untuk menggunakan  informasi  yang  dimilikinya  untuk  kepentingan  pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
§  Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
Pengungkapan  yang  diijinkan  oleh  pihak  yang  berwenang,  seperti auditan   dan instansi tempat  ia bekerja. Dalam  melakukan pengungkapan ini, auditor  harus  mempertimbangkan  kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk   pihak-pihak   lain   yang   mungkin   terkena   dampak   dari pengungkapan informasi ini.
§  Ketepatan Bertindak
Auditor  harus  dapat  bertindak  konsisten  dalam  mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai  auditor  profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan  untuk melindungi masyarakat, profesi,  lembaga profesi,  instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
§  Standar teknis dan professional
Auditor  harus  melakukan  audit  sesuai  dengan  standar  audit  yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik,  terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan  berlaku  bagi para auditornya, termasuk  aturan perilaku  yang ditetapkan  oleh  instansi  tempat  ia bekerja. Dalam  hal  terdapat  perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit  dan  aturan instansi,   maka  permasalahannya dikembalikan  kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.

3.    Aturan dan Interpretasi Etika
Aturan Etika Akuntan Publik Indonesia telah diatur dalam SPAP dan berlaku sejak tahun 2000. Aturan etika IAI-KAP ini memuat lima hal:
§  Standar umum dan prinsip akuntansi
§  Tanggung jawab dan praktik lain
§  Tanggung jawab kepada klien
§  Independensi, integritas, dan objektivitas 
§  Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.






BAB IV. Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi

1.       Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Terdapat beberapa pengertian tentang profesi, salah satunya diberikan oleh Prof. Dr. Widjojo Nitisastro (dalam Hans Kartikahadi : Jurnal Economics, Business, Accounting Review, edisi II/April 2006) sebagai berikut : “Seorang profesional akan selalu mempersoalkan apakah karyanya sesuai dengan kaidah yang berlaku”.  Dari definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian profesi adalah :
a)      Karyanya berarti hasil karya atau hasil pekerjaan dari seorang profesional.
b)      Kaidah berarti pedoman, aturan, norma dan asas.  Di dalam kaitannya dengan profesi, diperlukan tiga unsur yaitu : kaidah pengetahuan (keilmuan), kaidah keterampilan (teknis), dan kaidah tingkah laku (kode etik).
Selain itu pula yang membedakan pekerjaan biasa dengan profesi adalah “dampak” dari pekerjaan tersebut terhadap masyarakat.  Pekerjaan biasa memiliki dampak yang terbatas pada masyarakat, sedangkan profesi memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat.  Sebagai contoh profesi dokter dengan pedagang bakso.  Contoh kasus profesi dokter yang baru-baru ini marak diberitakan di media adalah kasus vaksin palsu dimana banyak oknum dokter dan tenaga kesehatan yang terlibat.  Dampak yang ditimbulkan sangat luas hamper di seluruh Indonesia merasakan dampak kasus vaksin palsu ini.  Sedangkan kasus pedagang bakso nakal yang menggunakan borax dalam baksonya hanya berdampak pada masyarakat di sekitar dimana pedagang bakso tersebut berdagang, dampaknya tidak dirasakan luas.
Akuntansi sudah jelas merupakan sebuah profesi sama halnya dengan profesi dokter.  Karena seorang Akuntan harus memiliki keilmuan yang tinggi di bidang akuntansi, selain itu juga harys memiliki beberapa keterampilan teknis di bidang akuntansi yang diperoleh dari diklat dan kursus, juga profesi akuntansi sendiri memiliki kode etik tersendiri di bidangnya. 
Peran seorang akuntan saat ini sangat penting, terlebih sangat dibutuhkan bagi perusahaan-perusahaan baik yang kecil, yang besar dan yang sudah go publik.  Seorang akuntan yang berkompeten sangat mendukung aktivitas perusahaan agar tetap dipercaya dimata investor, pemerintah, serta masyarakat.  Baik buruknya citra sebuah perusahaan tidak lepas dari campur tangan seorang akuntan publik, baik yang ada di internal perusahaan maupun yang independen.

2.       Ekspektasi Publik
Publik saat ini sudah sangat cerdas dalam menilai kinerja sebuah pekerjaan dan profesi yang ada di masyarakat.  Ekspektasi publik pun sangat tinggi terhadap suatu profesi tertentu, karena dampak yang ditimbulkan dari sebuah profesi sangat luas.  Ekspektasi masyarakat tersebut terlihat jelas dari prinsip-prinsip yang ada dalam sebuah profesi, yaitu prinsip otonomi, kejujuran, keadilan, saling menguntungkan, dan integritas moral (Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf, 1998).  Kelima prinsip tersebut sudah sangat mewakili dari ekspektasi publik terhadap sebuah profesi.  Ekspektasi publik tersebutlah yang menjadi tekanan sekaligus tantangan bagi sebuah profesi agar nama baik dari profesi secara keseluruhan tetap terjaga dan publik pun tetap percaya kepada profesi tersebut.  Misalnya profesi sebagai pengacara, publik sangat menginginkan pengacara yang bisa bertindak jujur, adil dan memiliki integritas moral.  Maka ekspektasi tersebut mejadi tekanan sekaligus tantangan bagi profesi pengacara agar profesi pengacara secara keseluruhan tetap terjaga nama baik dan kredibilitasnya dimata publik.
3.       Nilai-nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
Nilai-nilai etika sekarang ini sudah dimasukkan ke dalam pedoman di dalam berbagai profesi, khususnya profesi Akuntansi atau Audit.  Salah satu pedoman profesi Akuntansi yang berlaku sekarang adalah IFRS, sedangkan untuk profesi Auditing adalah ISA.  Masing-masing pedoman profesi tersebut sudah ada nilai-nilai etika yang berlaku dimasyarakadan selaras dengan teknik akuntansi maupun auditing yang digunakan oleh masing-masing profesi.  Nilai-nilai etika inilah yang membantu publik menilai bahwa suatu profesi dapat dikatakan memiliki kedibilitas yang tinggi atau tidak.  Karena kredibilitas yang tinggi dari sebuah profesi tidak hanya dilihat dari ahsil pekerjaannya saja tetapi sejauh mana profesi tersebut berpegang teguh terhadap nilai-nilai etika yang ada di masyarakat.

4.       Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Tujuan dari profesi akuntan publik adalah untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik.  Untuk memenuhi tujuan tersebut, profesi ini harus memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa, dan kepercayaan.  Faktor kunci dari profesi akuntan publik adalah tingkat kepercayaan masyarakat pemakai jasa akuntan, sedangkan tingkat kepercayaan masyarakat ditentukan oleh kualitas jasa (pengetahuan dan keterampilan teknis di bidang akuntansi serta disiplin ilmu terkait) dan tingkat ketaatan serta kesadaran para akuntan dalam mematuhi kode etik profesi akuntansi.
Berdasarkan penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwa perilaku etika yang dilaksanakan oleh para akuntan publik akan mempengaruhi publik dalam memilih menggunakan jasa mereka. Jika tingkat kepercayaan masyarakat masih tinggi terhadap profesi akuntan publik, maka masyarakat masih sangat membutuhkan jasa akuntan publik dalam mendukung pekerjaan mereka sehari-hari.

Sumber :

Agoes, Sukrisno. Ardana, I Cenik.  Etika Bisnis dan Profesi.  Jakarta.  2009.  Penerbit : Salemba Empat.

Rabu, 11 Oktober 2017

BAB III. ETHICAL GOVERNANCE

1.    Governance System
Istilah system pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti system secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembagan egara dalam melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan system adalah system pemerintahan Negara dan administrasi hubungan antara lembaga Negara dalam rangka administrasi negara.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi :
Ø  Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Ø  Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Ø  Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
Ø  Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
2.    Budaya Etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Bagaimana budaya etika diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
Ø  Menetapkan credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
Ø  Menetapkan program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
Ø  Menetapkan kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

3.    Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

4.    Kode Perilaku Korporasi ( Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut:
Ø  Sosialisasi dan Workshop.
Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Ø  Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
Ø  Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
Ø  Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
Ø  Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
Ø  Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
Ø  An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
Ø  Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

5.    Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan.

REFERENSI
AICPI, Code of Professional Conduct
Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Brooks,Keonard J.,”Business & Professional Ethics for Accountants”, South Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru
Duska, Ronald F.and Brenda Shay Duska, “Accounting Ethics”, Blackwell Publishing, 2003
Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian Handbook, UNSW Press, 2000
IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall of Australia, 1994 atau Edisi Revisi

Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tunutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau terbaru

BAB II. PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

1.    Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk melakukan itu, penting bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan, bagaimanapun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal diluar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat menimbulkan masalah.
A.  Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan bersikap diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi/pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.
B.  Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia. Disisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian.
C.  Reputasi Perusahaan dalam Komunitas.
D.  Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku
Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.

2.    Kesaling - tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan  itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
A.  Hubungan antara bisnis dengan pelangganan/konsumen
Hubungan antara bisnis dengan pelangganannya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulannya secara baik. Adapun pergaulannya dengan pelanggan ini dapat disebut disini misalnya saja :
Ø Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
Ø Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
Ø Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
B.  Hubungan dengan Karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
C.  Hubungan antar Bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
D.  Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
E.   Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

3.    Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Etika bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain  pengendalian diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama dan lain sebagainya.

4.    Perkembangan dalam Etika Bisnis
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun sedemikian bila menyimak etika bisnis seperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifar nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin, ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di India etika bisnis dipraktekan oleh management center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of management di Kalkutta tahun 1992. Di Indonesia sendiri pada beberapa pperguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melaukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha Indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.

5.    Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesu dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etika profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu: kompeten, objektif dan mengutamakan integritas.
Dalam menciptakan etika bisnis, Sonny Keraf (2006) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut:
1.    Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
2.    Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntu untuk peduli dengan keadaan masyarkat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3.    Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkanuntuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.    Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.    Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6.    Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkannama bangsa dan negara.
7.    Mampu Menyatakan yang Benar jika itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8.    Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saaat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9.    Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis akan “gugur” satu demi satu.

REFERENSI
AICPI, Code of Professional Conduct
Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Brooks,Keonard J.,”Business & Professional Ethics for Accountants”, South Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru
Duska, Ronald F.and Brenda Shay Duska, “Accounting Ethics”, Blackwell Publishing, 2003
Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian Handbook, UNSW Press, 2000
IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall of Australia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tunutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau terbaru