Rabu, 11 Oktober 2017

BAB II. PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

1.    Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk melakukan itu, penting bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan, bagaimanapun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal diluar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat menimbulkan masalah.
A.  Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan bersikap diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi/pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.
B.  Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia. Disisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian.
C.  Reputasi Perusahaan dalam Komunitas.
D.  Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku
Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.

2.    Kesaling - tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan  itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
A.  Hubungan antara bisnis dengan pelangganan/konsumen
Hubungan antara bisnis dengan pelangganannya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulannya secara baik. Adapun pergaulannya dengan pelanggan ini dapat disebut disini misalnya saja :
Ø Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
Ø Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
Ø Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
B.  Hubungan dengan Karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
C.  Hubungan antar Bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
D.  Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
E.   Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

3.    Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Etika bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain  pengendalian diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama dan lain sebagainya.

4.    Perkembangan dalam Etika Bisnis
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun sedemikian bila menyimak etika bisnis seperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifar nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin, ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di India etika bisnis dipraktekan oleh management center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of management di Kalkutta tahun 1992. Di Indonesia sendiri pada beberapa pperguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melaukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha Indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.

5.    Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesu dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etika profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu: kompeten, objektif dan mengutamakan integritas.
Dalam menciptakan etika bisnis, Sonny Keraf (2006) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut:
1.    Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
2.    Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntu untuk peduli dengan keadaan masyarkat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3.    Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkanuntuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.    Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.    Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6.    Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkannama bangsa dan negara.
7.    Mampu Menyatakan yang Benar jika itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8.    Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saaat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9.    Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis akan “gugur” satu demi satu.

REFERENSI
AICPI, Code of Professional Conduct
Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Brooks,Keonard J.,”Business & Professional Ethics for Accountants”, South Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru
Duska, Ronald F.and Brenda Shay Duska, “Accounting Ethics”, Blackwell Publishing, 2003
Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian Handbook, UNSW Press, 2000
IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall of Australia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tunutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau terbaru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar