Rabu, 11 Oktober 2017

BAB I. PENDAHULUAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN

1.    Pengertian Etika
ETHOS (YUNANI): Adat Istiadat/Kebiasaan, kebiasaan hidup yang baik yang ada pada diri seseorang ataupun suatu kelompok masyarakat, yang berkaitan dengan nilai-nilai dan tata cara hidup serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pengertian etika secara umum yang sama dengan pengertian moralitas (latin=mos=adat istiadat/kebiasaan). Sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan dan terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama. Ajaran moral menetapkan bagaimana manusia harus hidup, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak. Sedangkan etika membantu seseorang untuk mengerti mengapa ia harus mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana ia dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Dengan kata lain, etika sebagai ilmu menuntut manusia untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional (Sonny Keraf, 1998 : 17).

2.    Prinsip-prinsip etika
Prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Artinya, prinsip-prinsip etika bisnis tersebut sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat (Sonny Keraf, 1998 : 73). Misalnya, prinsip-prinsip erika bisnis yang berlaku di Cina akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat Cina, sistem nilai masyarakat Eropa akan mempengaruhi prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku di Eropa, dan sebagainya. Namun, prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya. Tanpa mengabaikan kekhasan sistem nilai dari setiap masyarakat bisnis, Sonny Keraf menyebutkan secara umum terdapat lima prinsip etika bisnis, yaitu:
A.    Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan (Sonny Keraf, 1998 : 74).
B.     Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran sangat relevan dan mutlak diperlukan dalam dunia bisnis. Kejujuran merupakan kunci keberhasilan para pelaku bisnis untuk mempertahankan bisnisnya dalam jangka panjang di dalam dunia bisnis yang penuh persaingan ketat (Sonny Keraf, 1998 : 77).
C.     Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan (Sonny Keraf, 1998 : 79). Hal ini sejalan dengan yang dikatan oleh Adam Smith mengenai prinsip keadilan. Keraf menutip Adam Smith menyatakan bahwa prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip tidak merugikan orang lain (prinsip no harm), khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain (Sonny Keraf, 1998 : 148). Prinsip no harm ini pun berlaku dalam bidang kegiatan ekonomi dan bisnis. Menurut Adam Smith prinsip ini merupakan tuntutan dasar dan sekaligus niscaya (the necessary principle) bagi kegiatan bisnis (Sonny Keraf, 1998 : 149).
D.    Prinsip Saling Menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
E.     Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis agar ia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaannya (Sonny Keraf, 1998 : 79). Prinsip ini mengandung sebuah imperatif moral yang berlaku bagi diri pelaku bisnis dan perusahaannya untuk berbisnis sedimikian rupa agar tetap menjadi yang paling unggul dan tetap dapat dipercaya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tunutan dan dorongan dari dalam diri pelaku bisnis dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan (Sonny Keraf, 1998 : 80). Hal tersebut tercermin dalam seluruh perilaku pelaku bisnis dengan semua pihak, baik pihak di dalam perusahaan maupun pihak di luar perusahaan.

3.    Basis Teori Etika
A.    Etika Deontologi
Istilah “deontologi” berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan, berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri (Sonny Keraf, 1998 : 23).
Misalnya, memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, untuk mengembalikan utangnya sesuai dengan kesepakatan, untuk menawarkan barang dan jasa dengan mutu yang sebanding dengan harganya, dan sebagainya. Jadi, nilai tindakan itu tidak ditentukan oleh akibat atau tujuan baik dari tindakan itu (Sonny Keraf, 1998 : 23).
B.     Etika Teleologi
Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau akibat yang ditimbulkannya baik dan berguna (Sonny Keraf, 1998 : 27).
Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kalau tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Tindakan seorang anak yang mencuri demi membayar pengobatan ibunya yang sakit parah akan dinilai secara moral sebagai tindakan baik, terlepas dari kenyataan bahwa secara legal ia bisa dihukum. Sebaliknya,kalau tindakan itu bertujuan jahat, maka tindakan itu pun dinilai jahat (Sonny Keraf, 1998 : 27).
Ada dua aliran etika teologi, yaitu:
1.    Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Dalam bahasa Aristoteles, tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiannya (Sonny Keraf, 1998 : 28). 
2.      Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata “utilis” yang berarti “manfaat”. Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Paham egoisme melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
C.     Teori Hak
Teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban selain itu hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Teori hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak banyak diterapkan pada individu karyawan.
D.    Teori Keutamaan
Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu perbuatan itu adil, jujur ataukah murah hati, tetapi ditekankan apakah seseorang melakukan perbuatan adil, jujur atau urah hati. Keutamanaan didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras, dan hidup yang baik. Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa, yaitu kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Keutamaan-keutamaan yang dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan, yaitu keramahan, loyalitas, kehormatan, dan rasa malu.

4.    Egoism
Egoism merupakan suatu bentuk tidakadilan kepada oranglain. Ada dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu:
A.  Egoisme Psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
B.    Egoisme Etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self interest).
     Egoisme bisa baik secara moral tapi bisa juga tidak. Baik, kalau tujuan yang dimaksud adalah       kebahagiaan yaitu dalam arti kepenuhan hidup karena perwujudan seluruh potensi dirinya. Namun sebaliknya, egoisme dapat menjadi negatif ketika yang ditekankan hanyalah kenikmatan lahiriah belaka, apalagi kenikmatan lahiriah itu dicapai dengan mengorbankan hak dan kepentingan orang lain (Sonny Keraf, 1998 : 28).

REFERENSI

Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar